Translate

Selasa, 08 Mei 2012

Pentingnya Mengenal 4 Karakter Dasar Manusia



Pentingnya Mengenal 4 Karakter Dasar Manusia (Menurut Florence Litteur's Personality Plus) Dalam Mendidik Anak

Florence Litteur, penulis buku terlaris “Personality Plus” menguraikan, ada empat pola watak dasar manusia. Sifat-sifat  tersebut  adalah sanguinis, plegmatis, melankolis, dan koleris.  Mengapa kita perlu  memahami 4 karakter dasar manusia tersebut dalam mendidik anak? Mari kita simak... :)
Yang pertama, kata Florence adalah golongan Sanguinis, “Yang Populer”. Mereka ini cenderung ingin populer, ingin disenangi oleh orang lain. Hidupnya penuh dengan bunga warna-warni. Mereka senangsekali bicara tanpa bisa dihentikan. Gejolak emosinya bergelombang dan transparan. Pada suatu
saat ia berteriak kegirangan, dan beberapa saat kemudian ia bisa jadi menangis tersedu-sedu.
Namun orang-orang sanguinis ini sedikit agak pelupa, sulit berkonsentrasi, cenderung berpikir `pendek’, dan hidupnya serba tak beratur. Jika suatu kali anda lihat meja kerja pegawai anda cenderung berantakan, agaknya bisa jadi ia sanguinis. Kemungkinan besar ia pun kurang mampu berdisiplin dengan waktu, sering lupa pada janji apalagi bikin planning/rencana. Namun kalau disuruh melakukan sesuatu, ia akan dengan cepat mengiyakannya dan terlihat sepertinya betul-betul hal itu akan ia lakukan. Dengan semangat sekali ia ingin buktikan bahwa ia bisa dan akan segera melakukannya. Tapi percayalah, beberapa hari kemudian ia tak lakukan apapun juga.

Lain lagi dengan tipe kedua, golongan melankoli, “Yang Sempurna”. Agak berseberangan dengan sang sanguinis. Cenderung serba teratur, rapi, terjadwal, tersusun sesuai pola. Umumnya mereka ini suka dengan fakta-fakta, data-data, angka-angka dan sering sekali memikirkan segalanya secara mendalam. Dalam sebuah pertemuan, orang sanguinis selalu saja mendominasi pembicaraan, namun orang melankoli cenderung menganalisa, memikirkan, mempertimbangkan, lalu kalau bicara pastilah apa yang ia katakan betul-betul hasil yang ia pikirkan secara mendalam sekali.

Orang melankoli selalu ingin serba sempurna. Segala sesuatu ingin teratur. Karena itu jangan heran jika balita anda yang `melankoli’ tak `kan bisa tidur hanya gara-gara selimut yang membentangi tubuhnya belum tertata rapi. Dan jangan pula coba-coba mengubah isi lemari yang telah disusun istri `melankoli’ anda, sebab betul-betul ia tata-apik sekali, sehingga warnanya, jenisnya, klasifikasi pemakaiannya sudah ia perhitungkan dengan rapi. Kalau perlu ia tuliskan satu per satu tata letak setiap jenis pakaian tersebut. Ia akan dongkol sekali kalau susunan itu tiba-tiba jadi lain.

Ketiga, manusia Koleris, “Yang Kuat”. Mereka ini suka sekali mengatur orang, suka tunjuk-tunjuk atau perintah-perintah orang. Ia tak ingin ada penonton dalam aktivitasnya. Bahkan tamu pun bisa sajaia `suruh’ melalukan sesuatu untuknya. Akibat sifatnya yang `bossy’ itu membuat banyak orang koleris tak punya banyak teman. Orang-orangberusaha menghindar, menjauh agar tak jadi `korban’ karakternya yang suka `ngatur’ dan tak mau kalah itu.

Orang koleris senang dengan tantangan, suka petualangan. Mereka punya rasa, “hanya saya yang bisa menyelesaikan segalanya; tanpa saya berantakan semua”. Karena itu mereka sangat “goal oriented”,tegas, kuat, cepat dan tangkas mengerjakan sesuatu. Baginya tak ada istilah tidak mungkin. Seorang wanita koleris, mau dan berani naik tebing, memanjat pohon, bertarung ataupun memimpin peperangan. Kalau ia sudah kobarkan semangat “ya pasti jadi…” maka hampir dapat dipastikan apa yang akan ia lakukan akan tercapai seperti yang ia katakan. Sebab ia tak mudah menyerah, tak mudah pula mengalah.

Hal ini berbeda sekali dengan jenis keempat, sang Phlegmatis “Cinta Damai”. Kelompok ini tak suka terjadi konflik, karena itu disuruh apa saja ia mau lakukan, sekalipun ia sendiri nggak suka. Baginya kedamaian adalah segala-galanya. Jika timbul masalah atau pertengkaran, ia akan berusaha mencari solusi yang damai tanpa timbul pertengkaran. Ia mau merugi sedikit atau rela sakit, asalkan masalahnya nggak terus berkepanjangan.

Kaum phlegmatis kurang bersemangat, kurang teratur dan serba dingin. Cenderung diam, kalem, dan kalau memecahkan masalah umumnya sangat menyenangkan. Dengan sabar ia mau jadi pendengar yang baik, tapi kalau disuruh untuk mengambil keputusan ia akan terus menunda-nunda. Kalau anda lihat tiba-tiba ada sekelompok orang berkerumun mengelilingi satu orang yang asyik bicara terus, maka pastilah parapendengar yang berkerumun itu orang-orang phlegmatis. Sedang yang bicara tentu saja sang Sanguinis.

Kadang sedikit serba salah berurusan dengan para phlegmatis ini. Ibarat keledai, “kalau didorong ngambek, tapi kalau dibiarin nggak jalan”. Jadi kalau anda punya staf atau pegawai phlegmatis, andaharus rajin memotivasinya sampai ia termotivasi sendiri oleh dirinya (dikutip dari ahli.wordpress.com).

 Seorang  anak masih mudah ditebak,  tanpa perlu menggunakan tes, untuk bisa mengetahui kepribadian dasar mereka. Sebagai  orangtua, kita  perlu  mengetahui kepribadian dasar buah hati kita. Hal ini akan sangat  berguna. Manfaat  tersebut antara lain:


1. Tahu  bagaimana memperlakukan mereka.
Misalnya  kita  memiliki anak yang sanguinis, dimana ciri-ciri dasar mereka adalah  suka berbicara dan sangat ekspresif. Beberapa orang tua merasa khawatir, saat  mengetahui buah  hatinya sangat  cerewet. Jangan sampai  kita membanding-bandingkan dengan orang  lain, biasanya saudara kandungnya, yang  cenderung  pendiam, dengan mengatakan,”Kamu bisa nggak  seperti kakakmu, pendiam, dan nggak suka bikin keributan.” Atau   dengan banyak  melarang anak yang sanguinis untuk  bicara. Jangan sampai larangan-larangan kita melukai buah hati kita, dan harus menjadi “orang lain”. Hal ini bisa menghambat pertumbuhan kedewasaan sang anak. Akan lebih baik  bila kita mengarahkan “kekurangan”  sang anak tersebut menjadi  sebuah kelebihan yang bermanfaat bagi  dirinya  dan orang  lain, serta demi kebaikan masa depan sang anak. Misalnya, dengan mengajarkan mereka kata-kata  yang  baik, mengajari  mereka menasihati, menghindarkan mereka dari kata-kata yang kasar (yang bisa menyakiti orang lain),  mengajari mereka untuk  berbicara dengan lembut (tidak dengan membentak), sehingga nantinya saat  mereka dewasa, mereka menjadi anak yang baik dalam bertutur kata dan bertindak.

2. Mengenal  potensi dan bakat  anak
Untuk poin yang kedua  ini, saya  akan mengambil  karakter melankolis. Kebanyakan anak melankolis memiliki bakat-bakat di bidang  seni, misalnya bermain piano, menulis, menggambar, dan masih banyak lagi. Hobi mereka cenderung  sesuatu yang membutuhkan konsentrasi dan membutuhkan waktu untuk sendiri untuk mendapatkan hasil yang baik. Bila kita memiliki buah  hati yang bersifat melankolis, akan lebih  baik bila kita mengarahkan bakat  mereka. Bila  buah hati kita suka  menulis, akan lebih baik bila kita mendukung mereka dan membantu  mereka agar bisa mengembangkan bakat  mereka. Kita bisa  membelikan mereka buku-buku  cerita   yang mendidik, memberikan ruang  belajar khusus, tidak  melarang mereka melakukan hobi mereka (yang baik), dan memberikan dukungan terhadap hal-hal baik yang mereka suka. Anak melankolis cenderung suka menyendiri. Tentu  saja bila kita terlalu banyakmereka menyendiri akan memberikan dampak  yang tidak baik bagi masa depan mereka, misalnya mereka bisa  tumbuh  menjadi  anak  yang anti-sosial.  Semua bakat mereka akan menjadi sia-sia bila mereka tidak memiliki  teman (yang bisa diajak  saling belajar), tidak berani tampil, males bersosialisasi, dan berbagai sifat-sifat  anti-sosial  lainnya. Maka kita harus mengarahkan mereka  agar  mereka mau bersosialisasi,  misalnya dengan mengajak mereka jalan-jalan keliling kampong (agar bertemu dengan tetangga dan anak-anak lain), meminta mereka bergabung  dalam organisasi sosial dan agama, mengikutkan mereka dengan bimbingan belajar yang bersifat non-privat, mendorong mereka untuk  berani  tampil (ikut lomba-lomba dan pentas seni), dan masih  banyak  lagi.  Siapa tahu meski buah  hati anda termasuk orang-orang melankolis yang  bisa populer  (karna karya-karya  hebat mereka) seperti  orang-orang  sanguinis (yang memang mudah terkenal karena cerewet dan suka bersosialisasi).


3. Membentuk mereka agar memiliki kedewasaan yang utuh
Anak  yang “bossy” (berlagak seperti bos dan suka mengatur),  adalah sifat   yang dimiliki oleh anak koleris. Bukan sifat yang buruk  memang, semua tergantung bagaimana kita mengarahkan mereka. Akan menjadi buruk bila mereka menjadi susah diatur, dan maunya  ngatur melulu tanpa pertimbangan  yang matang dan tanpa memikirkan perasaan orang lain. Kedewasaan yang utuh yang saya maksud adalah kedewasaan dimana anak bisa menyesuaikan dengan segala lingkungan sosial dan segala pribadi manusia.  Karena tidak mungkin pribadi anak bisa bertumbuh  dengan baik bila dia memiliki 100 persen dari  sifat dasar mereka. Semua orang yang ingin bisa diterima oleh setiap orang  harus  belajar untuk memiliki dan minimal memahami karakter yang  lain. Itulah  pentingnya bersosialisasi dan bimbingan dari orang  tua. Jadi meskipun buah hati kita berkarakter koleris, tetap belajar memahami perasaan orang lain seperti anak melankolis, tetap bisa belajar tersenyum meski hati sedang  gundah seperti anak sanguinis, meski suka mengatur dan cenderung  ingin “berkuasa, namun tetap “cinta damai” seperti anak  plegmatis.
Untuk bisa menjadi  pribadi  yang  dewasa seperti itu, selain mengetahui kekurangan mereka, mereka juga  harus belajar menghilangkan atau minimal mengontrol “kekurangan” mereka.


4. Mengendalikan kekurangan
Menghilangkan kekurangan yang ada di dalam diri  kita hampir tidak  mungkin, karena setiap orang  pasti memiliki  kekurangan. Yang paling mungkin dilakukan adalah mengendalikan kekurangan. Misalnya sifat pemarah, banyak  bicara,  dan terlalu pendiam. Kita bisa mengendalikannya  dengan marah yang  masih memakai akal sehat, banyak  bicara yang   kata-katanya bisa  memberikan manfaat  bagi  diri sendiri serta orang  lain, dan pendiam yang  bisa memberikan suasana damai kala  terjadi pertengkaran.  Bagaimana pun caranya, kita harus mengajak buah  hati kita pentingnya bersosialisasi dan membimbing mereka. Cara terbaik untuk bisa  mengendalikan kekurangan seseorang  adalah dengan belajar menerima kekurangan setiap orang. Cara terbaik bisa menerima kekurangan setiap orang adalah  dengan belajar memahami setiap orang. Dan cara terbaik untuk bisa memahami setiap orang adalah dengan cara bersosialisasi. Tentu saja buah  hati kita masih sangat  membutuhkan bantuan dan bimbingan kita untuk bisa memiliki kedewasaan yang utuh.

Pengaruh Lingkungan Dalam Perkembangan Anak


Pengaruh Lingkungan Dalam Perkembangan Anak


Perkembangan seseorang adalah hasil dari faktor bawaan dan lingkungan. Perkembangan anak tergantung dari bagaimana orangtua memberikan kebutuhan untuk anaknya dan peranan lingkungan, atau bagaimana juga faktor lingkungan yang ada disekitarnya karena itu akan mempengaruhi perkembangan yang dimilki oleh anak secara maksimal. Pendidikan anak di jaman modern seperti sekarang ini tidaklah mudah. Di satu sisi, jaman ini memberikan berbagai banyak kemajuan teknologi yang memungkinkan anak-anak memperoleh fasilitas yang serba “canggih” dan “wah” yang bisa membantu perkembangan mereka, tapi di sisi lain, tidak menutup kemungkinan bahwa kemajuan tersebut membawa dampak yang negatif yang justru dapat menghambat perkembangan anak.

Lingkungan pendidikan terdiri dari tiga komponen, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga hal tersebut yang sering dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Keluarga sebagai lembaga pendidikan pertama adalah modal utama bagi perkembangan anak selanjutnya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan dalam mendidik anak-anaknya. Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.

Sekolah adalah lembaga pendidikan kedua setelah kelurga yang berfungsi sebagai pusat pembentukan pribadi anak dan mengembangkan potensi yang ada pada anak. Lingkungan ketiga yaitu lingkungan masyarakat, atau lingkungan pergaulan anak. Biasanya adalah teman-teman sebaya di lingkungan terdekat.Masyarakat merupakan pusat pendidikan ketiga setelah kelurga dan sekolah yang berfungsi mengenalkan norma-norma kemasyarakatan kepada anak.

Kondisi dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak, kalau anak dibesarkan dalam kondisi kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam kondisi yang positif, hubungan anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif.

Perhatian, kasih sayang, dan respons dari orang tua sangat berperan. Orangtua yang peka dan tahu akan kebutuhan anak, mengerti keinginan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai orang yang penting diperhatikan, memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua hendaknya tahu kapan membolehkan anaknya menentukan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar atau salah, boleh dan tidak boleh.

Faktor lingkungan memang sangat bisa mempengaruhi perkembangan anak terutama prilaku mereka. Contoh sederhana saja, sering kita temukan dalam kehidupan sehari- hari, bahasa-bahasa aneh dan bahasa ABG yang sudah dapat ditiru anak -anak yang baru berumur 4 tahun. Contohnya ” cape deh… “, ” kasian deh lu..” dan lainnya. Jadi peran keluarga, sekolah dan masyarakat sangat penting dalam membantu perkembangan anak.

Tips Menghadapi Anak Rewel




Tips Menghadapi Anak Rewel
Tak jarang terjadi, si kecil yang berusia batita menjadi begitu rewel. Sampai-sampai dalam melakukan kegiatan sehari-hari ia pun selalu mengawali dengan menangis terlebih dahulu. Ada beberapa penyebab yang tergolong sering jadi pencetus kerewelan pada anak (lihat boks).Selain itu, kerewelan si batita ada pula yang berhubungan dengan temperamennya. Umumnya temperamen anak dibagi menjadi 3, yakni mudah, sulit, dan lambat (slow to warm up). Untuk mengetahui seperti apa temperamen anak kita, orang tua sudah bisa melihat ciri-ciri mudah, sulit, dan lambat ini semenjak anak masih bayi.Anak yang tergolong bertemperamen mudah sangat mudah beradaptasi dalam menghadapi situasi yang baru, tidurnya teratur, termasuk buang airnya. Sebaliknya anak yang tergolong bertemperamen sulit akan sulit beradaptasi dengan menunjukkan reaksi yang keras bila dikenalkan pada lingkungan baru.

Sedangkan anak-anak yang tergolong bertemperamen lambat butuh rentang waktu tertentu untuk menyesuaikan diri. Biasanya setelah merasa nyaman, ia akan dapat segera menyesuaikan diri. Nah, umumnya anak-anak yang tergolong rewel adalah anak-anak yang bertemperamen slow to warm up hingga sulit.

PENYEBAB REWEL & CARA MENGATASINYA

1. KONDISI FISIK YANG TAK NYAMAN

Anak yang mengantuk, kepanasan, kedinginan, kelaparan, kehausan umumnya menjadi rewel.

Sikap Orang Tua:

Cari tahu penyebab rewelnya dan selesaikan permasalahan itu. Umumnya bila disebabkan masalah fisik, anak akan segera kembali ceria jika dirinya sudah kembali nyaman.

2. MENCARI PERHATIAN

Kadang si batita rewel sekadar untuk mencari perhatian. Ini kerap terjadi karena umumnya orang tua banyak memberikan perhatian kepadanya saat sedang rewel saja. Sementara saat sedang bersikap manis si kecil kurang mendapat perhatian. Akibatnya, si batita telanjur ?belajar? bahwa keinginannya akan dipenuhi dengan cara merengek-rengek sambil menangis. Bahkan ada pula yang sampai tantrum.

Sikap Orang Tua:
* Jangan berikan perhatian khusus pada saat si batita rewel. Bila perlu jangan penuhi permintaannya sehingga ia menyadari bahwa cara yang telah dilakukan tidaklah benar. Tindakan ini dapat sekaligus untuk mengajari si batita mengendalikan diri.

* Ajak si batita berkomunikasi, sampaikan bahwa cara yang dilakukan adalah salah. Misal, ?Kalau ngomong-nya sambil menangis, Bunda tidak tahu apa yang kamu inginkan. Coba tenang dulu, ngomong yang baik.?

* Biasakan untuk memberi perhatiaan kepada anak setiap saat, terutama saat ia bersikap manis. Bentuk perhatian itu cukup berupa kalimat seperti, ?Bunda bangga, lo, karena Tia tidak sulit diajak mandi.?



3. INGIN MENUNJUKKAN KEKUATANNYA
Batita memiliki kecenderungan menolak. Ia sesungguhnya hanya mau menunjukkan bahwa dirinya pun punya keinginan atau pendapat. Jadi tak perlu kaget bila dalam banyak hal si batita kerap menolak dan lebih menyenangi pilihannya sendiri. Bila keinginannya tidak terpenuhi, hal ini menyebabkannya menjadi rewel. Apalagi banyak orang tua yang malah bersikap memaksakan kehendak karena merasa dirinyalah yang paling berhak terhadap anaknya. Semakin menjadilah kerewelan si batita.

Sikap Orang Tua:
Jangan paksakan keinginan Anda. Cobalah untuk berstrategi dengan cara melontarkan pilihan semu, yaitu pilihan-pilihan yang tetap memiliki tujuan akhir yang sama. Melalui cara ini, anak diharapkan dapat sekaligus belajar untuk mengambil keputusan sehingga dapat memupuk rasa percaya dirinya pula. Contoh, bila ajakan mandi kita ditolaknya, cobalah lontarkan tawaran, ?Adik mau mandi dengan air hangat atau air dingin?? Melalui tawaran ini, tujuan mandi tetap dapat tercapai dan anak pun bisa mengambil keputusan dari dua pilihan itu sehingga tak terkesan dipaksa.

4. TERLUKA PERASAANNYA

Biasanya ini terjadi bila si batita habis dimarahi. Buntutnya ia akan rewel dan kerap tanpa sadar mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, seperti, ?Aku benci sama Mama.? Ungkapan itu sesungguhnya hanya sekadar untuk menunjukkan rasa sedihnya. Namun, mendengar ucapan itu banyak orang tua yang terpancing dan balik memarahi.

Sikap Orang Tua:

Jangan terpancing. Rangkullah si batita dan ucapkan kalimat yang menenangkan seperti, ?Mama sayang banget, lo, sama Adik. Nangis-nya sudah ya nanti capek.? Dengan rangkulan dan kalimat yang menenangkan akan membuat si batita merasa nyaman. Perasaan nyaman dan terlindungi, niscaya tak akan membuat si batita jadi rewel berkepanjangan.



5. KETIDAKMAMPUAN MENGERJAKAN SESUATU

Orang tua tanpa sadar sering menuntut anaknya untuk mampu melakukan sesuatu dengan ukuran orang dewasa. Dalam hal makan, misalnya, tanpa sadar terkadang orang tua meminta kepada si batita untuk bisa makan dengan cepat dan rapi, padahal si batita belum mampu melakukannya. Buntutnya, untuk menutupi ketidakmampuan itu, si batita malah jadi rewel.

Sikap Orang Tua:

Jangan paksa anak melakukan sesuatu yang memang belum mampu dilakukannya. Untuk memacu semangatnya sekaligus membangun rasa percaya diri, berikan penghargaan walaupun kemampuan yang dicapai sangatlah kecil. Contoh, ?Wah, Adek senang makan sayur ya? sayurnya tinggal sedikit tuh.? Intinya, penghargaan itu diberikan hanya pada saat anak mampu melakukan sesuatu yang positif.





5 SIKAP POSITIF ORANG TUA MENCEGAH KEREWELAN

1. Berpikir positif

Orang tua hendaknya tak mudah putus asa bila melihat si batita misalnya tergolong bertemperamen slow to warm up, yang membutuhkan waktu cukup lama untuk menyesuaikan diri. Tumbuhkan saja pikiran positif bahwa saya dapat membentuknya menjadi anak yang baik. Dengan keyakinan ini, interaksi anak-orang tua yang terbentuk niscaya akan baik.

2. Tidak mengalah pada kerewelan anak

Cara orang tua berinteraksi dengan si batita dapat memengaruhi sikapnya. Misal, si batita yang memiliki kecenderungan rewel dapat jadi bertambah rewel saat memahami rewel dapat dijadikan sebagai senjata bagi dirinya. Apalagi bila orang tua selalu memenuhi atau mengalah saat ia bersikap rewel. Namun bila orang tua bersikap tidak mudah lunak dengan sikap rewelnya yang dijadikan sebagai senjata, maka bisa jadi ia tidak menjadi rewel karena ia sudah mengalami bahwa cara itu bukanlah cara efektif untuk meminta. Jadi interaksi yang benar bakal memengaruhi sikap anak.

3. Tidak memberikan label

Pemberian label pada anak malah akan menyebabkannya menjadi tak percaya diri. Bahkan bisa jadi lambat laun ia menjadi anak seperti yang dilabelkan selama ini. Umpama, diberi label si rewel dan si cengeng. Bisa jadi anak memilih bersikap rewel sepanjang waktu.

4. Fokus pada sikap anak

Untuk membangun sikap positif anak, tangkap-basahlah sikap manisnya dan berikan penghargaan. Jangan hanya memberikan perhatian saat anak sedang bersikap buruk. Contoh, ?Wah, hari ini kamu oke, deh.? Sambil menunjukkan satu jempol ke arahnya. Ini dapat membangun rasa percaya diri anak.

5. Tidak membandingkan-bandingkan

Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan. Tugas orang tua adalah memaksimalkan kelebihan setiap anak dan meminimalkan kekurangannya. Hal itu dapat menumbuhkan rasa percaya si batita bahwa dirinya memang memiliki keistimewaan.

Minggu, 06 Mei 2012

9 Cara Ampuh Hadapi Balita



9 Cara Ampuh Hadapi Balita

Bayi yang baru lahir bagaikan kain yang mulus dan bersih. Ibarat sebuah kanvas putih, Anda memegang piring berisi penuh cat beraneka warna dan kemudian mulai berpikir, bagaimana harus mulai melukis dan memilih warna sehingga menghasilkan sebuah karya seni yang indah. Nah, agar kanvas putih bersih tadi bisa menjadi lukisan yang indah, ada banyak hal yang sebaiknya kita lakukan

1. Selalu memberi contoh yang baik
Sejak lahir, anak sudah memerhatikan dan menanti untuk belajar. Setiap gerakan, suara, dan sentuhan, menjadi bagian dari pengalaman hidupnya. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memberinya pelajaran agar perilakunya yang tak baik bisa diubah. Hanya perlu diingat, akan lebih sulit dan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengubah perilakunya setelah sekali dipelajarinya. Jadi, beri selalu contoh yang baik.

2. Bayi membutuhkan banyak perhatian dan cinta kasih
Memberi perhatian hanya ketika bayi menangis akan membuat tangisnya lebih keras. Dengan kata lain, lewatkan waktu sebanyak-banyaknya dengan si kecil dengan menggendongnya, menyanyikan lagu, bermain bersama, dan sebagainya. Perbanyaklah perilaku yang positif dan hilangkan yang negatif. Jika bayi bangun dari tidur dan Anda mendengar dia bergerak, pindahkan sebelum dia mulai menangis.

Jika menunggu sampai dia menangis, pasti dia akan menangis lebih keras dan lebih cepat di lain kesempatan. Jika dia telah mulai menangis, tunggu di luar pintu sejenak sampai dia agak tenang, baru masuk. Dengan demikian, bayi akan merasa dan belajar, Anda hanya akan masuk pada saat keadaan tenang.

3. Reaksi orang tua atas perilaku anak
Pernah, kan, Anda melihat di taman bermain tiba-tiba seorang anak melemparkan pasir ke temannya dan mengenai mata si teman? Atau si kecil memukul, menendang temannya? Nah, reaksi pertama dari kebanyakan orangtua adalah menekuk muka, kaget, lari secepatnya untuk memeluk anaknya, melindunginya dari bahaya.

Dari gambaran ini terlihat, reaksi orangtua berbeda-beda. Pernahkah Anda perhatikan, sebetulnya anak tidak menangis ketika dinakali temannya dan baru meledak tangisnya ketika dia melihat muka ibunya? Jika Anda dapat bersikap tenang, maka anak pun akan tetap menjadi tenang.

4. Hentikan Teriakan
Terkadang, anak berteriak, entah karena bertengkar atau menginginkan sesuatu lalu memanggil Anda dengan suara lantang. Tak ada salahnya satu saat, ketika ia berteriak lagi, datangi anak lalu berlutut di hadapannya.

Tatap matanya lalu katakan, "Kuping Mama sakit mendengar teriakanmu. Mama juga tak mengerti apa yang ingin kamu katakan kalau kamu bicara sekeras itu. Coba, deh, omong biasa dengan suara yang manis, pasti Mama bisa dengar dan mengerti keinginanmu." Setelah itu, tinggalkan anak. Nah, ketika si kecil sadar bahwa ia tidak diperhatikan atau dipenuhi keinginannya, ia akan berhenti berteriak.

5. Alihkan Perhatian
Jangan melihat sebagai sebuah hukuman jika Anda membawa si kecil ke kamarnya untuk sesaat ketika ia mengamuk. Mengalihkan sesaat perhatiannya adalah hal yang baik untuk mengubah perilaku negatif anak. Ketika ia rewel di restoran, misalnya, bawa anak keluar sejenak. Hal ini dapat Anda lakukan hingga anak berusia 2 tahun. Cari tempat yang tak ramai agar anak tenang. Jelaskan padanya, Anda tak menyukai perilakunya dan katakan apa yang Anda inginkan darinya.

6. Pentingnya Tidur Siang
Anak balita sangat memerlukan waktu untuk tidur dan setiap perubahan dari rutinitasnya akan mengakibatkan perilaku yang tidak diharapkan. Buatlah jadwal berbelanja, ke mal, mengunjungi teman, pada jam-jam yang sesuai dengan anak. Ingat, jika Anda mengubah jadwal, Anda dan si kecil akan menderita. Dia rewel karena ngantuk, Anda pun tak bisa leluasa berbelanja.

7. Puji Perilaku Positif
Jangan hanya mudah menghukum anak, tapi sirami ia dengan pujian pula jika menunjukkan tingkah laku yang baik. Dengan cara ini, anak akan terdorong untuk selalu berperilaku baik karena pujian dirasakannya sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membuatnya merasa diperhati-kan. Ingat, perhatian sangat berarti. Sekecil apa pun anak Anda.

8. Aturan Mudah & Konsisten
Anak-anak dapat mulai belajar mengenal peraturan seperti mengembalikan mainan pada tempatnya sehabis bermain, berbicara dengan sopan dan pelan di meja makan, sejak usia yang sangat dini. Coba buat aturan (yang tidak terlalu ketat) jika memungkinkan dan tetaplah konsisten. Misalnya, jangan izinkan dia mengambil mainan lain dari boks mainan sebelum dia mengambil mainan yang ada di lantai.

9. Santai
Nikmati waktu saat ini dan nikmati pengalaman menjadi orangtua. Pahami pula, Anda kerap harus terantuk sebelum menemukan jalan dan cara terbaik untuk mendidik anak. Anda pun harus merasa beruntung karena di zaman yang serba modern ini, bisa mendapatkan pengetahuan dari mana saja. Beda dengan orangtua kita zaman dulu yang sukses menjadi orang tua yang baik tanpa panduan dari buku, psikolog anak, dan lainnya

MEMBANGUN KESEHATAN MENTAL ANAK DENGAN "Warm Parenting"


MEMBANGUN KESEHATAN MENTAL ANAK DENGAN "Warm Parenting"
Peran keluarga sangat penting dalam mengembangkan kesehatan mental anak. Dengan perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya sangat penting sekali, karena untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. Mengembangkan kesehatan mental berbasis keluarga memberikan petunjuk tentang tugas dan fungsi orang tua dalam merawat dan mendidik anaknya, sehingga hidup anaknya pun berada dalam jalan yang benar.

Keluarga merupakan aset yang sangat penting , karena individu tidak dapat hidup sendirian tanpa ada ikatan dengan keluarga. Keluargapun memberikan pengaruh yang besar terhadap seluruh anggotanya sebab selalu terjadi interaksi yang paling bermakna dan berkenan, Keluarga yang bahagia sangat penting bagi perkembangan emosi para keluarganya (terutama anak). Apabila suatu keluarga tidak bahagia emosi anakpun akan terganggu dan tidak merasa nyaman dengan keluarganya, karena dikeluargalah seorang anak dapat merasakan kasih sayang dan perhatian yang penuh dari keluarganya terutama dari ayah dan ibunya.


Ø TEORI

Anak adalah karunia tuhan, pasangan yang belum punya anak akan menempuh segala usaha agar memeiliki anak, namun tidak jarang pasangan yang sudah dikaruniai anak tidak mengasuh dan merawatnya dengan baik. Pola pengasuhan orangtua terhadap anak mempunyai peranan penting terhadap kesehatan mental anak dikemudian hari. Anak yang diasuh dengan cara hangat, diberikan perhatian, kasih saying dan menanamkan figure lekat yang positif serta memberikan rasa aman kepada anak, akan membantu menguatkan emosi positif anak. Emosi positif anak akan memberikan perasan nyaman, aman, bahagia dan menunjang kesejahteraan jiwa anak.

Oleh sebab itu, anak yang diasuh dekat dengan kedua orang tuanya secara positif memperoleh social dan emosional dan psikologis dari orang tuanya. Keadaan seperti ini akan ikut menyumbang kerapuhan dan kelemahan jiwa dan mental anak dikemudian hari, sehingga anak kelak menghadapi masalah yang berat akan mudah merasa lemah, kurang tegar dan kurang mampu melihat secara positif dan optimis terhadap lingkungan. Keadaan lain yang mungkin berkembang dari kondisi pengasuhan yang kurang hangat adalah kurangnya empati dan kedekatan emosional anak kepada teman seusianya. Berdasarkan beberapa penelitian tentang kesejahteraan psikologis seseorang menunjukan hasil, anak yang diasuh dengan cara tidak menyenangkan, ditolak, atau tidak memperoleh kehangatan dari pengasuhan orangtuanya, maka anak mempunyai kecendrungan mengalami mental yang kurang sehat, bermasalah secara emosional, dan juga kurang sejahtera secara psikologis.

Sebaliknya anak-anak yang mendapatkan pengasuhan yang hangat, menyenangkan dan merasa diterima serta dihargai akan mempunyai kesehatan mental yang lebih baik (Lan Liu 2003). Sementara Propper dan Moor (2006) juga menemukan penelitian bahwa, anak-anak yang diasuh dengan pola pengasuhan yang kurang hangat, mengalami penganiyayaan, baik dari segi fisik, psikologis maupun social akan mempunyai kecendrungan mengalami gangguan depresi pada masa remaja atau dewasa awal. Sedangkan anak-anak yang merasakan pengasuhan dengan penuh kasih sayang, diasuh dengan cara yang tegas, menghargai dan tidak melakukan penganiyayaan, maka anak berkembang menjadi anak yang menghargai dan menyayangi orang lain.

Anak yang memiliki empati dan mampu bertimbang rasa dengan sesama, anak yang tidak suka mencela tetapi menunjukan kelebihan dan kekurangan orang lain, dengan demikian ia mampu berfikir secara lebih positif dan objektif. Karena itu mentalnya lebih sehat dan ia juga mempunyai kesejahteraan psikologi yang lebih baik. Proses perkembangan dan pertumbuhan keadaan emosi, mental atau jiwa dan kesejahteraan psikologi seseorang bukanlah hal yang cepat dan tiba-tiba, namun keadaan emosi dan jiwa itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman individu. Pengalaman itu dipersepsikan sesuai dengan perasaan, pikiran dan dukungan social serta emosional dari orang lain disekitarnya. Apabila individu mengalami pikiran dan perasaan yang kurang menyenangkan namun ia memperoleh dukungan yang positif dari lingkungan maka perasaan dan pikiran yang negative itu bisa perlahan-lahan berubah menjadi lebih positif, sehingga tidak mengganggu kesehatan mental dan jiwanya. Namun sebaliknya, jika individu mengalami perasaan yang tidak menyenangkan dari lingkungan, dan ia juga kurang memperoleh dukungan yang tepat dari lingkungan, bahkan lingkungan cendrung menyalahkannya, menuntut dan mencelahnya, maka individu tidak mampu mengkoreksi pikiran dan perasaannya yang negative baik terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.

Sehingga ia akan menilai dirinya, lingkungannya dan masa depannya juga secara negatife, dan menjadi kurang objektif. Dengan perasaan seperti ini, individu akan merasa tidak nyaman, tidak bahagia, dan didalam interaksi sosialnya juga merasa kurang menyenangkan perasaan inilah yang menyebabkan perasaan kurang sejahtera. Pengasuhan yang paling berperanan penting memang dari orangtua, namun perkembangan lingkungan dimana individu berada juga mempunyai peranan yang cukup besar bagi membangun kesehatan mental dan emosional individu. Perlakuan lingkungan seperti sekolah, teman bermain atau kelompok lain diluar rumah juga mempunyai peranan yang cukup penting didalam menentukan kesehatan mental dan jiwa anak.

Oleh sebab itu keluarga atau ibu-bapak perlu memberikan counter atau penyeimbang kondisi dari luar yang menjadi menyumbang bagi ketidaksehatan mental seseorang. Misalnya, perlakuan guru atau teman-teman disekolah yang sempat dirasakan anak sebagai tindakan yang kurang menyenangkan. Anak akan merasa tidak diterima, dicela, atau mendapat hukuman dan perlakuan tidak adil dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini anak perlu mendapatkan dan keyakinan serta pembenaran bahwa bukan anak semata yang salah, tetapi mungkin ada kondisi yang lain yang menyebabkan lingkungan berbuat seperti itu.

Apabila support yang diberikan oleh lingkungan sesuai dengan kebutuhan anak, maka anak akan belajar untuk melihat setiap permasalahan secara lebih objektif dan proporsional. Sebaliknya apabila anak tidak memperoleh support dan justru dicela atau disalahkan, maka anak akan merasa dimusuhi, sehingga menimbulkan perasaan dendam, sakit hati dan kebencian yang merupakan benih ketidak sehatan mental pada anak. Oleh sebab itu anak perlu diajak bicara secara baik-baik, didengarkan pikiran dan keluhan perasaannya, serta ditanyakan atau dipahami apa keinginan dan kemauannya. Dengan demikian orangtua atau keluarga mampu memahami keinginan anak, mampu bertindak secara proporsional dan dapat memberikan support yang tepat. Kondisi ini dapat menetralisir keadaan emosi yang tadinya kurang sehat menjadi lebih positif, sehingga mampu mencegah ketidak sehatan mental yang dialami oleh anak.

Cara-cara pendekatan yang dialogis, dialektikal dan demokratis akan mengajarkan keterampilan social kepada anak, baik didalam kemampuan berbicara, kejujuran, keberanian mengemukakan pendapat, dan juga kemampuan membangun relasi yang sehat dengan orang lain. Kemampuan social dan keterampilan interpersonal inilah yang akan mengantarkan anak menjadi sehat dan mempunyai jiwa serta mental yang sehat. Mengajarkan kemampuan menghadapi dan menyelesaikan masalah juga mampu membantu anak berkembang menjadi lebih sportif. Sehingga berani menghadapi kenyataan dan tidak lari dari masalah. Beberapa tips atau strategi yang dapat dikembangkan untuk membangun pengasuhan yang hangat dan sehat adalah dengan memberikan asi secara lahir batin, menggendong dengan kedekatan emosional sesuai dengan keperluan anak, memeluk dan mendekap serta sering mencium anak, tidak sering memisahkan anak dengan kedua orangtuanya.

Menerima dan menghargai apa yang dilakukan anak, memberikan koreksi secara tepat apabila anak melakukan kesalahan, memberikan penghargaan dan sanjungan kalau anak memiliki kelebihan, memberikan dukungan sosial dan emosional ketika anak memerlukan, tidak mencela tetapi menunjukkan kesalahan dan memberikan solusi apa yang harus dilakukan, membesarkan perasaan anak ketika ia merasa kecil hati dan tidak berharga. Membicarakan segala sesuatu yang dialami anak, tidak menyalahkan dan mencela serta mengajarkan cara berfikir dan berbicara secara demokratis kepada anak. Cara-cara seperti ini diharapkan mampu membangun emosi positif dan kehangatan anak sehingga kelak anak berkembang secara sehat, baik secara fisik maupun mentalnya.

Sumber: Dra.Hamidah,M.Si

Peran Orang Tua Dalam Perkembangan Psikologi Anak



Peran Orang Tua Dalam Perkembangan Psikologi Anak Usia 1 – 3 Tahun

Psikologi Anak. Dalam kehidupan anak, tiga tahun pertamanya (atau biasa kita kenal dengan istilah Golden Periode) adalah masa – masa paling penting dimana otak berkembang dengan pesat dengan membentuk 1000 triliun jaringan koneksi yang aktif dan dapat menyerap informasi serta stimulasi baru dua kali lebih cepat daripada otak orang dewasa sampai saat mencapai usia 3 tahun. Pada masa – masa inilah anak memerlukan pola asuh dan stimulasi yang akan menentukan bagaimana kelak akan tumbuh menjadi anak yang cerdas ataukah anak yang biasa – biasa saja. Sama seperti anak, setiap orang tua juga memiliki jenis kelamin yang berbeda serta watak yang berbeda pula. Karena itu ikut memberikan pola asuh yang berbeda dan secara tidak langsung berpengaruh pada psikologi anak.
Salah satu contoh yang harus kita tahu bahwa begitu pentingnya mengajari anak mengatasi dan menghindari sebuah konflik. Memang tak semudah membalik telapak tangan namun kita harusnya yakin dapat menjalaninya. Caranya dengan mengajak anak berkomunikasi, karena dengan berkomunikasi dengan anak kita bisa tahu pola asuh seperti apa yang benar untuk perkembangan psikologi anak. Hal lain yang bisa kita lakukan adalah mengajarkan si anak tentang hubungan sebab akibat misalnya bagaimana akibatnya bila mereka tidak mau berbagi mainan dengan temannya bahkan sampai bertengkar, cara berempati dan saling memaafkan. Namun itu semua belum cukup hanya dengan berkomunikasi dengan anak, orangtua harusnya bisa memberikan contoh dalam kehidupan sehari – hari.


Perkembangan Psikologi Anak

Pada usia 1 – 3 tahun ini biasanya karakter atau watak anak sudah mulai terbentuk dan akan berubah tergantung pada situasi kondisi serta pengalaman lingkungan, semakin banyak pengalaman yang dia dapat dari lingkungan semakin terbentuk watak atau karakter pribadi aslinya. Untuk itu sebagai orangtua kita harus memilah pola asuh pada tindakan negative dan positif dari anak. Bila si anak bertindak salah, tegur dan beri penjelasan padanya bahwa tindakannya memang salah. Bila si kecil bertindak positif berikan dia pujian. Dengan pola asuh orangtua pada perkembangan psikologi anak seperti situasi ini, kelak anak akan lebih mengerti bagaimana nantinya dia bersikap.
Pada masa – masa usia ini, yang tak kalah pentingnya harus diajarkan pada anak adalah dukungan orangtua disaat anak ingin belajar mandiri, karena pada masa ini egonya mulai muncul. Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai hal sendiri, berarti kita memberikan kesempatan kepada anak untuk membangun kepercayaan diri dan belajar dari kesalahan. Sehingga sangatlah dimungkinkan anak tidak berkepribadian manja dan selalu tergantung pada kita.
Secara keseluruhan kesimpulannya adalah, peran orangtua dalam pola asuh pada perkembangan psikologi anak akan berubah sesuai dengan tahap pertumbuhan serta perkembangan psikologi anak, karena itu diharapkan orangtua lebih mengerti dan memahami secara keseluruhan tugas – tugas perkembangan psikologi anak di setiap tahap tumbuh kembangnya baik secara fisik, motorik maupun kognitifnya serta nilai – nilai kehidupan dan norma di lingkungannya

Hal Penting Berkaitan Dengan "Single Parent"

Hal Penting Berkaitan Dengan "Single Parent"
Single parent,bagi sebagian wanita merupakan momok yang sangat menakutkan.
Dia mau tidak mau harus berperan ganda,sebagai ibu sekaligus ayah bagi buah hatinya,
Hal-hal yang memang perlu diperhatikan sebagai single parent terutama bagi keberlangsungan sang buah hati
adalah:
 1.berilah kasih sayang yang lebih bagi sang buah hati,
 2.berusahalah tegar didepan sang buah hati,
 3.berilah keleluasaan bagi anak untuk mendapatkan kasih sayang dari figur seorang ayah,
    walaupun itu dari kakek maupaun saudara laki-laki dari ibu.
Sebagai single parent memang bukan sebuah tugas yang mudah bagi seorang wanita,karena selain sebagai orang tua,juga berperan sebagai kepala rumah tangga.
Dalam hal ini dorongan dan motivasi dari keluarga besar sangat dibutuhkan.Ada baiknya seorang single parent tinggal dengan keluarga besarnya.Dengan begitu sibuah hati tidak merasa kesepian,dan dapat mendapatkan suasana tumbuh kembang yang baik walaupun tanpa kehadiran sosok sang ayah.

 Hal-hal yang perlu dilakukan oleh single parent
1.Keterbukaan

Menyandang status single parent (janda/duda) sebenarnya bukanlah suatu hal yang harus ditutup-tutupi. Ketika masyarakat menilai status itu dengan prasangka negatif, sebagian orang justru bisa menunjukan bahwa menjadi single parent justru bukan sesuatu yang buruk.
2.Mengisi waktu

Sebagai manusia biasa, kehilangan pasangan hidup bisa menimbulkan rasa kesepian, rasa kesendirian yang mendalam biasanya muncul ketika dia sedang dilanda masalah.
3.Membuka diri untuk masa depan

Berbagi cerita dengan orang-orang yang bernasib sama adalah salah satu terapi yang bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan psikologis. Kegiatan ini juga dilakukan oleh mereka yang tidak siap menjalani statusnya sebagai single parent (janda/duda). Melalui komunitas berbagi ini mereka dapat membuka diri untuk pergaulan meski tetap masih memilih-milih teman.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh single parent berkaitan dengan anaknya
■Selain berharap ayah dan ibunya berumur panjang, anak-anak mengharapkan kedua orang tuanya itu senantiasa hadir ditengah-tengah mereka
■Terjadinya kesepahaman antara suami dan isteri dalam berbagai hal yang berhungan dengan kehidupan pribadi dapat berpengaruh pada diri anak
■Terdapatnya sistem dan aturan yang sama dalam membina rumah tangga dan mendidik anak bukan berarti meniadakan sistem dan aturan yang lain
■Tersedianya berbagai perlengkapan rumah tangga tentunya untuk kehidupan yang wajar dan tidak bermegah-megahan
■Adanya rasa kasih sayang yang bersumber dari keyakinan dan keimanan, inilah yang akan mempersatukan suami dan isteri dengan anggota keluarga yang lain

Dilema anak

Selain berbagi kiat cara menghadapi stigma sosial, komunitas tersebut juga dapat saling memberikan masukan tentang bagaimana menjadi orang tua tunggal, untuk selalu terbuka dengan anaknya dalam berbagai masalah.

Mental anak
■Ketidakhadiran ayah bagi anak perempuan tidak memberi dampak yang besar dibandingkan dengan ketidakhadiran ayah pada anak laki-laki.
■Jangan mengevaluasi anak dengan kata-kata yang negatif sehingga anak-anak kehilangan kepercayaan diri
■Libatkan dia dengan lingkungan keluarga yang memiliki anak laki-laki dan izinkan dia untuk mengambil keputusan atas nama dan untuk dirinya sendiri

Dampak single parent bagi perkembangan anak
■Tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik sehingga anak kurang dapat berinteraksi dengan lingkungan, menjadi minder dan menarik diri
■Pada anak single parent dengan ekonomi rendah, biasanya nutrisi tidak seimbang sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan terganggu
■Single parent kurang dapat menanamkan adat istiadat dan murung dalam keluarga, sehingga anak kurang dapat bersopan santun dan tidak meneruskan budaya keluarga, serta mengakibatkan kenakalan karena adanya ketidakselarasan dalam keluarga
■Dibidang pendidikan, single parent sibuk untuk mencari nafkah sehingga pendidikan anak kurang sempurna dan tidak optimal
■Dasar pendidikan agama pada anak single parent biasanya kurang sehingga anak jauh dari nilai agama
■Single parent kurang bisa melindungi anaknya dari gangguan orang lain, dan bila dalam jangka waktu lama, maka akan menimbulkan kecemasan pada anak atau gangguan psikologis yang sangat berpengaruh pada perkembangan anak

Dampak single parent terhadap ibu
■Beban ekonomi
■Fungsi seksual dan reproduksi
■Hubungan dalam interaksi sosial

Ciri keluarga single parent yang berhasil
■Menerima tantangan yang ada selaku single parent dan berusaha melakukan dengan sebaik-baiknya
■Pengasuhan anak merupakan prioritas utama
■Disiplin diterapkan secara konsisten dan demokratis, orang tua tidak kaku dan tidak longgar
■Menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan pengungkapan perasaan
■Mengakui kebutuhan untuk melindungi anak-anaknya
■Membangun dan memelihara tradisi dan ritual dalam keluarga
■Percaya diri selaku orang tua dan independent
■Berwawasan luas dan beretika positif
■Mampu mengelola waktu dan kegiatan keluarga

6 karakter dalam keluarga single parent yang prima
■Adanya kualitas waktu yang dihabiskan bersama dalam anggota keluarga.
■Memberikan perhatian lebih, termasuk dalam hal-hal kecil, seperti meninggalkan pesan yang melukiskan perhatian dari orang tua
■Keluarga yang prima adalah keluarga yang saling komitmen satu sama lainnya
■Menghormati satu sama lain, contohnya : dengan mengucapkan atau mengekspresikan rasa sayang kepada anak-anak, mengucapkan terima kasih pada saat anak-anak selesai melakukan tugas yang diberikan
■Kemampuan berkomunikasi penting dalam membangun keluarga yang prima
■Kondisi krisis dan stress dianggap sebagai tahapan kesempatan untuk terus berkembang

Pentingnya konseling agar dapat :
■Menyesuaikan diri terhadap lingkungan
■Penerimaan ibu dan anak dalam lingkaran keluarga
■Masuk dalam lingkungan keluarga/masyarakat secara wajar
■Upaya menyatukan kembali keluarga, bagi keluarga mereka yang ditelantarkan suami/ayah

Wanita “Single Parent”, Wanita yang Tangguh


Wanita “Single Parent”, Wanita yang Tangguh

Semua wanita idealnya tak ada yang mau menjadi single parent. Karena hal itu bukanlah pilihan melainkan satu kondisi yang tidak mudah dihadapi.  Namun, pada akhirnya status itu bisa menimpa siapa saja. Entah itu ibu rumah tangga biasa atau wanita karier yang sedang berada di posisi puncak. Status itu bisa terjadi akibat perceraian, pasangan meninggal dunia, atau suami menghilang tidak jelas keberadaannya. Sayap pun terkepak tinggal sebelah, sedangkan kehidupan terus berjalan. Bila seorang ibu tidak kuat dan kokoh maka anak-anaknya akan menderita dan terpuruk. Siap atau tidak siap, menjadi single mother harus dijalani untuk bisa melanjutkan kehidupan ini.

Single parent adalah gambaran seorang perempuan tangguh. Segala hal berkenaan rumah tangga ditanggung sendiri. Mulai membereskan rumah, mencari nafkah keluarga, dilakoni sendiri . Dalam posisi ini, seorang wanita diharuskan untuk bisa berperan ganda , menjadi Ibu sekaligus Ayah bagi anak-anaknya. Tugas pun semakin besar; yang mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak-anak,juga ia harus menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah . Semua ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika dialami kaum perempuan yang manja, kurang tangguh, dan sangat bergantung pada orang lain. Terlebih ketika sebelumnya ia sama sekali tidak terbiasa menjalani kehidupan berat, karena selama ini sudah terpenuhi suaminya ketika masih bersama.

Banyak beban yang ditanggung para single parent ini. Tidak hanya beban materi saja yang harus mereka hadapi, beban sosial pun juga menguji mental mereka. Tak sedikit komentar sumbang yang mereka terima jika mereka tidak pandai-pandai menjaga diri sebagai bentuk ikhtiar dalam berjuang agar fitnah tidak sering mereka hadapi. Perempuan yang masih berstatus lajang saja rawan menimbulkan fitnah. Apalagi mereka yang bersatus ‘pernah menikah’. Harus dipahami bahwa masyarakat kita masih rentan untuk status yang satu ini.

Hal itu terjadi karena banyak diantara masyarakat kita yang tidak bisa memahami tentang bagaimana perasaan dan perjuangan seorang wanita single parent dalam menjalani kehidupannya, belum pernah terbayang jikalau kondisi yang sama akan dialami oleh dirinya, keluarga atau orang-orang terdekatnya. Betapa kondisi ini bukanlah suatu keinginan atau pengharapan, karena fitrah kita sebagai manusia membutuhkan pasangan hidup dan pasti akan memilih untuk memiliki rumah tangga yang utuh, langgeng,  sakinah mawadah warahmah .

Hanya saja, wanita single parent disini tidak termasuk kepada kepada kaum hawa yang memang menjadikan status tersebut sebagai sebuah pilihan hidup. Tulisan ini ditujukan kepada mereka yang benar-benar mendapati kondisi tersebut karena ujian kehidupan. Sebuah posisi yang sama sekali tidak didambakan sebelumnya, namun karena ujian (suami meninggal atau akibat perceraian) datang secara tiba-tiba yang mengharuskan ia harus terus melanjutkan kehidupan.

Jika ujian yang berat ini datang, sejatinya mereka adalah wanita-wanita hebat , karena sudah pasti ujian ini hanya didatangkan kepada wanita-wanita hebat yang mampu melewatinya dengan penuh kesabaran, karena ini bagian episode kehidupan yang harus dijalani dan dihadapi dengan senyuman..

Sekalipun ada wanita yang lebih memilih untuk tidak menikah lagi, terutama kepada mereka yang ditingal suaminya karena meninggal dunia, sungguh juga bukan keputusan yang mudah, tentu keputusan itu sudah dipertimbangkan dengan pertimbangan terbaik, karena bukan suatu hal yang mudah bagi wanita untuk bisa memutuskan untuk  menikah lagi , terutama dalam kaitannya dengan keluarga suami , anak-anak, atau juga lingkungan di sekitarnya. Hanya saja, akan jauh lebih hebat jika di setiap malam wanita hebat itu terus memanjatkan doa kepada Allah SWT dan ihtiyar, agar bisa dipersatukan kembali dalam ikatan suami istri, jika ia berpisah dengan suaminya karena perceraian . atau memohon untuk dipertemukan kembali dengan jodoh pilihan Allah . Terkait dengan hasil, Allah jauh lebih tau mana yang terbaik buat hamba NYa. Sekalipun dia selamanya ditakdirkan menjadi single parent , maka itulah kehidupan terbaik buat dia yang harus disyukuri dan terus menebar kemanfaatan buat keluarganya.

Sekalipun harus sendiri dan mandiri dalam mengarungi samudera kehidupan ini, jangan pernah bersedih dengan kesendirian, jangan pernah meratapi keadaan. Karena predikat baik buruk dimata Alloh bukanlah dari status kita, tapi dari ketaqwaan kita dan sejauh mana kita bisa memberikan kemanfaatan bagi diri dan orang lain .

Kita bisa belajar dari para wanita-wanita hebat dan tangguh yang tercatat dalam sejarah  menjadi single parent dalam menjalani kehidupannya. Bagaimana ketekunan dan kesabaran seorang single parent seperti Ibunda Imam Syafei dapat membesarkan anak yang hafal Al-Quran di usia dini dan menjadi Imam besar sesudah dewasa.  Bagaimana dahsyatnya ketegaran dan perjuangan Ibunda Siti Hajar saat harus berdua dengan Ismail kecil, terpisah dari suaminya dan berada di daerah yang tak berpenghuni, tak tersedia makanan dan minuman.  Bagaimana tingginya kesucian dan kehormatan Ibunda Siti Khodijah saat menyandang single parent dan Alloh menjodohkannya dengan manusia pilihan (Muhammad Rosulullah).  Bagaimana besarnya keteguhan dan kemandirian Ibunda Maryam membesarkan Nabi Isa seorang diri.

Wanita single parent harus pandai membagi waktu, melengkapi statusnya sebagai ayah dan ibu sekaligus. Perannya sebagai ayah, sebagai pemimpin keluarga kecil yang dimilikinya. Kemandirian dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan secara mandiri untuk keluarga kecilnya. Selain itu harus menafkahi kebutuhan hidup dalam keluarganya. Sehingga dalam hal ini ia harus benar-benar jeli dan kreatif , tentu untuk mengawali tgas baru ini tidaklah mudah. Keluarga terdekat  harus sangat aktif berperan dalam membantu meski sekedar untuk bisa membantu mengawali atau memotivasi dan memberikan berbagai macam dukungan hingga akhirnya benar-benar bisa mandiri.

Perannya sebagai ibu, yaitu menjalankan fitrah dan kewajibannya sebagai perempuan, meliputi mengasuh dan membesarkan anaknya, serta hal-hal yang ada dalam rumah. Walaupun dalam kondisi bekerja, tetap harus wajib dan bertanggung jawab dalam mengontrol apa yang terjadi di dalam rumah. Mempersiapkan kemandirian untuk mental si anak juga sangat perlu. Kasih sayang adalah kunci segala-galanya. Memberi pengertian kepada anak pelan-pelan dengan menyesuaikan usianya. Tidak bisa dihindari, anak akan mengalami dampak psikologis yang akan memengaruhi terhadap perilakunya di rumah, sekolah, dan masyarakat. Menumbuhkan kepercayaan dirinya dan meningkatkan rasa nyaman merupakan tugas utama.

Wanita yang sedang dihadapkan pada pilihan menjalani  hidup sebagai ‘Single Parent’, jadilah diri sebagai ‘Single Fighter’ yang dibanggakan oleh buah hati kalian, yang mampu menjaga kehormatan diri dan keluarga, bukan hanya mereka yang mampu menjadi penyejuk hati orang tua, namun orang tua juga harus mampu menjadi penyejuk hati mereka.

Sebuah ungkapan dari Ali Ibnu Thalib berikut ini, sangat baik untuk menumbuhkan motivasi para wanita single parent .


“Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit, karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan menyerah untuk mencoba, maka jangan katakan pada Allah SWT, aku punya masalah, tapi katakan pada masalah aku punya Allah yang maha segalanya” .

Single Parent,Takdir atau Pilihan?????



Single Parent,Takdir atau Pilihan?????

Bagi kebanyakan perempuan menjadi Orang Tua Tunggal bukanlah pilihan; melainkan nasib yang memaksakan demikian. Dan juga bukanlah suatu trendi seperti yang banyak digembar-gemborkan oleh para selebritis, walaupun tidak bisa dipungkiri, bahwa lebih dari 70% orang tua tunggal adalah kaum perempuan. Kita semua mengerti akan makna dari kata Single Parent atau Orang Tua Tunggal, tetapi apakah kita juga memahaminya problem maupun perasaan mereka sebagai Orang Tua Tunggal?

Ada dua jenis kategori orang tua tunggal yaitu yang sama sekali tidak pernah menikah dan yang sempat/pernah menikah. Mereka menjadi orang tua tunggal bisa saja disebabkan, karena ditinggal mati lebih awal oleh pasangan hidupnya, ataupun akibat perceraian atau bisa juga ditinggal oleh sang kekasih yang tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya.

Pilihan untuk menjadi orang tua tunggal adalah satu pilihan yang berat, walaupun demikian daripada aborsi dan harus menambah beban dosa, mereka lebih ikhlas memilih untuk menjadi orang tua tunggal. Untuk ini mereka juga harus siap menerima reaksi dari orang tua, keluarga dengan risiko dikucilkan entah untuk sementara ataupun selamanya. Belum lagi menjadi gujingan maupun dicibirkan oleh teman, tetangga maupun rekan kerja. Untuk menjalani semua itu; dibutuhkan kekuatan hati dan daya juang yang tinggi, termasuk mengikis perasaan dendam kepada si lelaki notabene ayah dari anaknya sendiri. Sedangkan bagi perempuan yang pernah menikah, siap atau tidak; predikat janda dengan anak akan disandangnya. Untuk menjadi orang tunggal itu tidaklah mudah.

Mereka harus siap dan mampu untuk berperan ganda: sebagai pencari nafkah dan sekaligus membesarkan dan mendidik anak-anaknya seorang diri, termasuk bagaimana mengatur waktu bagi anak-anaknya. Sebagai orang tua tunggal, mau tak mau, dituntut untuk bisa mengatur segalanya seorang diri, termasuk me-manage waktu. Kapan ia harus menyediakan waktu bagi anak, kapan harus bekerja, bagaimana mengatasi masalah, dan sebagainya. Mereka harus hidup tanpa ada pasangan di sampingnya, tempat dimana ia bisa bertanya atau mencurahkan perasaannya untuk berbagi suka maupun duka. Semuanya harus diselesaikan dan ditanggung sendiri olehnya. Belum lagi apabila ia sendiri jatuh sakit, siapa yang mau bantu mengurusnya?

Tugas yang seharusnya dipikul berdua (ayah dan ibu), harus diembannya sendiri. Ia harus mampu berperan sebagai ibu sekaligus ayah, sementara fungsi ayah berbeda dengan fungsi ibu. Cobalah renungkan bagaimana perasaan seorang ibu apabila anaknya diberondong dengan berbagai macam pertanyaan oleh teman-teman sekolahnya "Kenapa ayahmu tidak pernah jemput kamu?" atau "Ayahmu pernah ngasih kado apa aja buat kamu?" Juga, "Lho, kenapa ayahmu tidak mau tinggal sama kamu lagi?"

Dengan ini saya kutip pengalaman dari orang tua tunggal, agar pembaca bisa lebih memahaminya bagaimana perasaan dari seorang tua tunggal itu:
Teringat olehku ketika malam-malam barusan saja pulang dari kantor dalam keadaan letih melihat sepasang gelandangan bermain dengan anak-anak mereka yang kecil di tepi jalan yang telah sepi. Anak-anak itu, walaupun kenyataannya dalam serba kekurangannya, tetapi bisa tertawa ceria bersama dengan ayah bundanya. Walaupun pakaian mereka compang-camping, bahkan mungkin tidak bisa duduk dibangku sekolah, tetapi mereka masih memiliki orang tua utuh yang dapat memberikan kasih sayang kepada sang anak. Airmataku tak kuasa kutahan turun berlinang. Perasaanku terhimpit, seakan-akan akulah yang menjadi penyebab anakku kehilangan kebahagiaan memiliki ayah yang menyayanginya.

Jujur, aku merasa sebagai penyebab hilangnya kebahagiaan anakku. Aku merasa terjepit. Berbulan-bulan setiap malam, sebelum tidur aku mencium kaki anakku, berbisik pelan di telinganya, "Maafkan Bunda, sayang..."

Aku ibu anakku. Anak yang sembilan bulan lamanya , kukandung dalam rahimku. Anak yang pernah berada sangat dekat dengan jantungku. Mata beningnya menatapku dengan sedih, ketika melihatku menangis. Aku merasakan suara kanak-kanaknya yang lembut meyakinkanku, bahwa aku mampu membahagiakannya. Hidup memang tak pernah sempurna. Impianku tak banyak. Aku hanya tak ingin menghapus senyum itu dari bibir anakku.

Harus diakui, bahwa banyak orang telah bisa mencapai keberhasilan di dalam kehidupannya, walaupun mereka harus hidup tanpa ayah misalnya Barack Obama Presiden Amerika Serika yang ke 44